Sabtu, 17 Januari 2009

CINTA Kemana arahnya?

Bagian I

Bismillaahirrahmaanirrahiim...


Segala puji bagi Allah, yang memadukan hati-hati kita dalam kecintaan kepada-Nya, dipertemukan dalam berdakwah dijalan-Nya. Semoga kita menjadi bagian dari kelompok yang menjadi harapan umat ini. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan kita muhammad SAW, yang memberi tauladan kepada para aktivis. Semoga kita termasuk aktivis yang menjadi penerus kerja peradaban..,.


“katakanlah hai Muhammad: jika adalah kalian mencintai Allah, maka ikutilah Aku. Maka Allah akan mencintai kalian dan Ia ampuni segala dosa kalian. Dan Allah maha pengampun lagi maha penyayang.” (Ali-Imran: 31)


Atas nama cinta, Allah bicara pada hamba-Nya melalui lisan Rasul mulia sang tauladan terbaik. Cinta, ampunan, dan keridhaan, itu yang dijanjikan.
Cinta, ruh yang mengalir lembut, menyenangkan, bersinar, jernih dan ceria. Terkadang juga bermanifestasi menjadi luh yang mengalir lembut, menyesakkan. Berderai, jerih dan badai.. tak pernah ia dihukum haram. Karena ia bukan virus yang memberikan penyakit pada jiwa seperti yang sering kita salah tafsirkan. Justru cinta adalah makhluk Allah yang harus dijaga kesehatannya dari setiap penyakit yang mencoba menungganginya. Penyakit yang datang dari syaitan, syahwat maupun subhat.


Masih ingatkah engkau, dua remaja disingsingan fajar risalah, fatimah dan Ali, mencontohkan bagaimana cinta hidup dengan sehat tanpa penyakit yang mengganggu kekusyukan. Ia menjadi rahasia hati, simpati, ketertarikan, kontrol diri, do’a dan harapan. Saking rahasianya sampai syaitan pun tak tahu.

Begitupun, saat Muhammad ibn ‘Abdullah ditanya, maukah ia menikah dengan khadijah, ia berkata segera, “bagaimana caranya?”. Perhatikan intonasi penuh antusiasme ini. Cinta itu sudah tumbuh dalam dirinya.


Seperti bunga, cinta sejati tak kan mampu menyembunyikan semerbak wanginya. Eksistensi cinta mengejewantah dalam kelembutan, kecerdasan, perbaikan diri, keshalihan tentu juga keikhlsan. Tanpa keikhlasan yang digantungkan pada pemilik ‘Arsyi maha tinggi, ia akan mati. Ia mati persis seperti tangkai mawar yang dipotong hanya untuk dipersembahkan pada kekasih.

“dan hendaklah menjaga kesucian dirinya, orang-orang yang belum mampu menikah, hingga Allah mengayakan mereka dari karunia-Nya”. (An-nur: 33)


tentu engkau tahu apa makna keikhlasan dalam amal. Dan ketidaktahuan adalah isyarat agar kita segera mengkaji. Cinta yang tercerabut dari tangkai keikhlasan akan menjadi bunga potong yang mungkin sesaat merona, dan selanjutnya masuk tempat sampah.


Saat kemampuan menikah belum ditangan, biarlah cinta berekspresi menjadi keshalihan, perbaikan diri hari demi hari. Janji Ilahi terukir dipelataran wahyu: “ … Dan wanita yang baik adalah untuk lelaki yang baik dan laki-laki yang baik untuk wanita yang baik, …” (An-nur: 26)


Rukuklah kita…Maha agunglah Ia dan kita memuja-Nya. Lalu Allah mendengarkan orang yang memuji-Nya. Dan ia menjawab derap-derap permohonan yang menggelora. Sujudlah kita… maha tinggilah Ia. Dan kita merasakan betapa dekatnya, betapa mesranya, betapa asyik bicara pada-Nya dalam hening, mengadu, berkeluh, berkesan tentang segalanya… dan tentu memohon, berdoa dan meminta. Begitulah hingga dalam gerak-gerak itu kita temukan makna ihsan, “… kau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, yakinlah, Ia menatapmu lekat setiap saat…”.


“sesungguhnya orang yang beriman itu adalah orang yang ketika disebut asma Allah bergetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya atas mereka, bertambahlah keimanan mereka karenanya. Dan kepada Rabbnya mereka betewakkal.” (Al-anfal: 2)

bergetarlah hati disaat nama-Nya disebut, bertambah yakin saat ayat-Nya dilantunkan, menjadi indikator-indikator cinta yang tak bisa dibantah apalagi dipalsukan. Ada kenikmatan tersendiri ketika mereka pasrah, bertawakkal, menggantungkan segala urusan pada Rabbnya saja.

"Allah ridha kepada mereka, dan mereka pun ridha pada-Nya.” (Al-bayyinah: 8)

kerinduan, ya.. kerinduan.
Kerinduan menjadi nikmat yang menyambung asa harapan orang-orang beriman
Cita-cita besar selalu berangkat dari terminal kerinduan
Dan unik,
Terminal rindu itu selalu dibawa serta selama perjalanan rindu
Anugrah Allah untuk sumbu potensi dan Pematik api keshalihan
Agar segera bertemu dalam perbaikan diri
Lalu akhirnya,
Ia bermuara pada satu lagi kerinduan
Kerinduan akan sebuah sambutan.

“ wahai jiwa yang tenang, kembalilah pada Rabbmu dengan hati puas lagi diridhai, maka masuklah kedalam golongan hamba-hambaKu dan masuklah kedalam jannah-Ku.” (Al-fajr: 27-30).



marisa listuti
dalam naungan cinta-Nya

1 komentar:

  1. Keep Spirit.......Nulis...nulis dan nulis sampai besok-besok.....nulis terus...semoga tidak sekedar kata-kata...tapi bisa diaplikasikan,,,atw setidaknya menjadi pelajaran untuk diri sendiri dan orang yang membaca....Selamat berkarya...cayoooooooo....ganbatte kudasai...

    BalasHapus